Kamis, 15 Desember 2011

Wawancara Mata Kuliah "Iman-Wahyu"

Siapa Allah di Mata Mereka
Sebuah Penelitian Mengenai Kehidupan Beriman Karyawan Seminari Tinggi St. Paulus
(Oleh : Andri, dkk)

1.    Pengantar
Dalam pemahaman iman kristiani, tidak dapat dikatakan tidak bahwa Yesus merupakan kepenuhan pewahyuan. Hal ini jelas tertulis dalam dokumen konsili vatikan II, DV art 4[1]. Seluruh umat katolik pada umumnya, dan jemaat Keuskupan Agung Semarang pada khususnya meyakini hal itu. Iman sebagai tanggapan atas pewahyuan Allah yang memuncak dalam diri Yesus Kristus ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman para rasul hingga sekarang. Pada abad-abad awal Gereja, militansi iman dapat dilihat dan tampak dalam semangat kemartiran orang-orang kudus. Berangkat dari pemahaman ini, kemudian pertanyaan yang muncul adalah bagaimana militansi iman dihidupi pada zaman sekarang ini. Menghidupi semangat kemartiran tentu bukan lagi dengan berjuang membela iman dengan berkorban nyawa. Semangat kemartiran sebagai wujud militansi dapat ditunjukkan dengan menghidupi dan mewujudkan iman dalam tindakan yang sesuai dengan ajaran dan teladan Yesus Kristus dalam terang Roh Kudus sesuai dengan ajaran dan tradisi Gereja Universal.
 Berkaitan dengan militansi iman zaman sekarang, secara lebih khusus kelompok akan melihat dinamika iman para karyawan Seminari Tinggi sebagai bagian dari jemaat katolik KAS dan lebih luas sebagai bagian dari jemaat katolik universal. Kami mewawancarai 10 orang karyawan katolik dari 16 orang karyawan di Seminari Tinggi St. Paulus secara acak. Para responden tersebut adalah Yustinus Basuki, Ignatius Jarwo Sudarmo, Petrus Lismiyanto, Fransiskus Xaverius Sigit Nugroho, Robertus Suwandi, Sulvanus Suwardi, Antonius Winarto, Bernardus Yukairi, Martinus Jumiyanto, dan Bambang Suhartoyo. Dalam menganalisis pernyataan-pernyataan mereka tentang iman, kami membuat pengelompokkan pernyataan berdasar kemiripan pernyataan antar responden.
Maksud observasi ini adalah untuk menggali paham iman yang mereka hidupi, pengalaman iman yang mereka miliki dan juga sekaligus untuk melihat bagaimana pengungkapan dan perwujudan iman mereka ini. Apakah dinamika iman mereka ini mampu menunjukkan sebuah militansi iman katolik pada zaman ini? Tentu, untuk melihat militansi ini, kami perlu membandingkan hasil observasi kami ini dengan tradisi dan ajaran Gereja sendiri mengenai iman. Dari pembandingan ini, diharapkan akan tampak militansi para karyawan seminari ini dalam menghidupi iman mereka dan bila perlu maka dari penelitian ini akan muncul sebuah sumbangan berupa katekese untuk para karyawan Seminari Tinggi.
           
2.    See
2.1    Paham iman
          Iman merupakan pengalaman perjumpaan yang menantang orang untuk menyerahkan hidup seluruhnya (ultimate concern) kepada Allah yang memanggil kita untuk berbagi hidup. Allah sungguh telah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dan dengan iman, manusia menanggapi pewahyuan itu. Iman karyawan Seminari Tinggi menunjuk pada siapa Pribadi Allah sendiri di mata mereka dan dalam kehidupan mereka. Ada beberapa pemahaman mengenai siapa Allah menurut mereka, misalnya :
-       Menurut Bpk. Jarwo dan Bpk. Bambang, Allah adalah Pegangan Hidup mereka. Banyaknya tantangan hidup yang menghimpit dan terbatasnya kemampuan yang mereka miliki membuahkan pengalaman ambang batas pada diri mereka. Pada kondisi yang sedemikian, mereka pun bingung harus berlari, berpegang pada siapa. Berpegang pada pribadi manusia yang juga terbatas seperti mereka kiranya tidaklah mungkin. Mereka butuh pribadi yang mengatasi mereka sebagai manusia. Kebutuhan sekaligus kerinduan itulah yang menghantar mereka pada pribadi Allah yang mereka percaya mampu menjawab segala permasalahan hidup mereka. Pertemuan antara Allah dan manusia tentunya hanya dapat terjadi di dalam doa yang berdaya dan memberi jawab bagi mereka.   
-       Menurut Mas Sigit, Pak Winarto dan Bapak Yukairi, iman adalah kepercayaan kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menjadi pengayom, memberi rahmat, menunjukkan jalan yang benar dan tepat kepada umatnya. Dengan iman, seseorang berarti memiliki penguat dan pegangan hidup. Iman membuat hidup terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Umat bisa memohon kepada Tuhan sekaligus bersyukur. Dengan beriman secara teguh, terkabul atau belumnya sebuah doa permohonan dimaknai sebagai kehendak Tuhan untuk memberi yang terbaik bagi umat-Nya tepat pada waktunya.
-       Iman menurut Pak Wandi adalah merupakan kepercayaan kepada Tuhan sebagai penolong, pemberi hidup dan yang mengatur hidup.
Pak Wandi dulu waktu kecil sudah percaya tetapi belum mantap. Setelah SMA (kurang lebih setelah 2 tahun), ia baptis dan saat itu baru mantap. Waktu imannya belum mantap, Pak Wandi tetap ke gereja tetapi tidak menerima komuni. Iman pak Wandi timbul dari pengaruh komunitas gereja (yang bagus, guyub: atas semua yang mereka lakukan). Selain itu, iman tersebut dikuatkan dengan membaca renungan (Yesus itu seorang Penyelamat).
-       Iman menurut mas Lismi adalah percaya dan yakin pada Allah, mengikuti dan menjalankan ajaran dan teladan Yesus. Mas Lismi mulai mengimani iman Katolik sejak masih kecil. Pengenalan iman tersebut berawal dari keluarga, khususnya oleh ayahnya (alm). Peran orang tua sangat berpengaruh baginya. Ia harus mengikuti apa yang dimiliki oleh orang tuanya. Selain itu, perkembangan iman juga dipengaruhi saat Mas Lismi menjadi misdinar.
-       Iman menurut Mas Basuki adalah kepercayaan dan keberanian untuk berpasrah sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah seperti sabda Tuhan yang senantiasa menjanjikan keselamatan. Iman akan Yesus Kristus memunculkan perasaan damai dan bahagia karena memiliki pegangan hidup. Hidup seperti sudah memiliki asuransi sehingga keselamatan hidup kelak sudah di jamin oleh Tuhan. Mas Basuki mengimani iman katolik sejak kecil karena tumbuh dan berkembang dalam keluarga katolik.
-       Iman menurut Pak Wardi adalah sebuah pelayanan yang tulus kepada sesama seperti yang Tuhan Yesus ajarkan kepada manusia. Ia rela memberikan diri Nya untuk menyelamatkan manusia.  Pemahaman tersebutlah yang mempengaruhi seluruh hidup beliau. Semenjak beliau masuk SMPA (Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial) seluruh hidupnya ini rasanya juga hanya demi ornag lain. Hal ini nyata dalam pengalaman saya menjadi bagian dalam kerja FHP yang diprakarsai oleh suster-suster Penyelenggaraan Ilahi di Temanggung. FHP ini bergerak dibidang sosial khususnya pemberian dana untuk orang-orang yang tidak mampu dan mau berusaha untuk berkembang. Di sana saya banyak melayani orang-orang Islam meskipun pernah mendapatkan tuduhan kristenisasi saya tetap menjalankan pekerjaan saya itu.

2.2    Pengalaman iman
Pengalaman iman merupakan opsi fundamental untuk menjawab sapaan Allah yang menyapa manusia untuk berbagi hidup, sebagai perjuangan sepanjang hidup. Pengalaman iman ini memiliki ciri otonom (bebas dari dan untuk), menyelamatkan (mendukung penghargaan untuk manusia), suci (transformatif, tidak konformis), mutlak (berupa permohonan Sang Hidup untuk menghargai hidup), dan kristiani (mengikuti Kristus lebih sungguh).
Dalam wawancara, terdapat pengalaman-pengalaman khusus yang bagi responden dirasakan sangat menguatkan. Bukan sekedar pengalaman biasa, rupa-rupanya pengalaman ini telah dimaknai sebagai pengalaman perjumpaan akan Allah dan menjadi sebuah pengalaman  iman yang meneguhkan, yaitu:
-          Bpk. Jarwo dan Bpk. Bambang adalah kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga, ekonomi adalah tantangan utama yang mereka hadapi. Bpk. Jarwo dengan keenam anaknya dan Bpk. Bambang dengan kedua anaknya mempunyai tantangan tersendiri berhadapan dengan perekonomian keluarga. Usaha membanting tulang yang mereka lakukan serasa tak mampu mencukupi segala kebutuhan ekonominya itu. Kebetulan-kebetulan yang di luar logika manusia namun tepat saatnya sering mereka alami dan mereka sebut sebagai campur tangan Allah. Bahkan Bpk. Jarwo sendiri mensyukuri penyelenggaraan Allah yang meragati (membiayai) keenam anaknya hingga semua berhasil. Bagi keduanya, campur tangan Allah terlihat nyata dari bantuan sesamanya.
-          Mas Sigit dan Bapak Yukairi memiliki pengalaman iman berkaitan dengan permohonan kepada Tuhan. Pada saat mereka mengalami sakit atau memiliki masalah yang sulit diselesaikan, mereka terbiasa untuk berdoa kepada Tuhan. Doa itu berisi permohonan agar disembuhkan atau dibebaskan dari masalah. Seringkali doa itu dikabulkan dengan cara yang ajaib, yang tidak diduga. Pengalaman pengabulan doa ini membawa mereka pada rasa syukur dan membuat mereka semakin beriman kepada Tuhan. 
-          Awalnya, Mas Win merupakan salah satu wirausaha kerajinan bambu yang cukup sukses dengan penghasilan kurang lebih satu juta per bulan. Namun ia merasa merasa ada yang kurang “nyes” dalam pekerjaannya ini. Ia ingin mencoba mencari pekerjaan lain yang sekiranya bisa membuatnya lebih bahagia. Setelah menjalani puasa, ziarah, dan laku tapa, pada tahun 2002, ia berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di Seminari Tinggi St. Paulus Yogyakarta. Meskipun pada awalnya dia hanya mendapat gaji yang relatif kecil yaitu delapan ribu perhari atau 240.000 per bulan. Pekerjaan yang monoton di bagian refter (ruang makan), tetap membuat mas Win tekun pada pekerjaannya. Ia bersyukur bahwa ia memutuskan untuk bekerja di ST. Ia merasa bahagia, bahkan sekarang ia bisa memberi uang orangtua. Sudah ada beberapa tawaran pekerjaan lain yang kiranya lebih prospek dalam hal materi. Tetapi rupanya hati tetap membuat dia memilih bekerja di ST. Ia bersyukur pada Tuhan karenanya.
-          Pengalaman iman yang dialami oleh Mas Lismi didasari pandangannya bahwa setiap orang pasti pernah mengalami sesuatu hal atau kejadian yang benar-benar menggugah, bisa membahagiakan tetapi juga bisa menyedihkan. Pengalaman imannya muncul dan berkembang setelah ayah Mas Lismi meninggal dunia. Pengalaman ditinggal oleh ayahnya merupakan pengalaman yanng sangat membutanya terpukul. Dia merasa tidak ada lagi yang menjamin hidupnya. Tetapi, dalam perjalanan waktu,s etelah ditinggal ayahnya, Mas Lismi menjadi orang yang berpikiran dewasa, menjadi orang yang baik, dengan meniru keteladanan ayahya, dan mencapai kedewasaan pribadi. Mas Lismi menyadari bahwa pengalaman iman itulah merupakan salah satu jalan Tuhan untuk merubah hidup Mas Lismi, baik melalui cara berpikirnya maupun melalui pendewasaan diri.
-          Pak Wandi mempunyai pengalaman iman secara tidak langsung yang nampak dalam hidup sehari-hari, antara lain: pengalaman yang menghantarkan bahwa hidup itu merupakan suatu anugerah, melakukan sesuatu dengan lancar-lancar saja, tidak ada pengalaman yang begitu menyakitkan yang berhubungan dengan kepercayaan, pengalaman ditolong Tuhan ketika sedang menghadapi godaan. Pak Wandi pernah menjalani operasi usus buntu dan sembuh karena dia sungguh-sungguh pasrah kepada Tuhan. Pengalaman iman itu menumbuhkan kepercayaan bahwa Tuhan itu ada. Selain itu, pengalaman akan Tuhan juga dirasakan Pak Wandi ketika ia masih bisa bangun pagi. Tuhan, bagi Pak Wandi, merupakan pengasih dan penolong.
-          Mas Basuki pernah memiliki pengalaman yang menakjubkan. Pada tahun 2001, ia mengalami kecelakaan pada saat hendak bertugas jaga malam di seminari. Di tengah perjalanan, ia ditabrak oleh mobil dari arah yang berlawanan. Setelah kejadian itu, ia merasakan badannya melayang di angkasa dan ia melihat keramaian di bawahnya. Ia melihat tubuhnya dikerumuni banyak orang dan dibawa ke rumah sakit. Ia menjadi penonton atas peristiwa yang terjadi pada tubuhnya. Kemudiaan, ia tidak ingat lagi apa yang terjadi hingga ia tersadar dan tetap hidup. Bagi Mas Basuki, pengalaman rohani yang benar-benar menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak pernah bisa dijawabnya, justru semakin memperteguh imannya. Mungkin dalam kecelakaan Mas Basuki telah meninggal, karena jiwanya telah terpisah dari tubuhnya. Namun rupanya Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup dan berbenah diri di dunia ini. Allah yang menjamin keselamatan jiwa-jiwa. Yang lebih penting, peristiwa ini tidak hanya berhenti di sini saja, tetapi juga menggerakkan hati Mas Basuki untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.

2.3    Ungkapan Iman
Ungkapan iman berarti tindakan/perbuatan keagamaan yang membuat iman kentara. Dalam tindakan ini, arah hubungan manusia dengan Allah biasanya terungkap dengan lebih eksplisit.
-          Tuhan yang menjadi pegangan hidup Bpk. Jarwo dan Bpk. Bambang membuat keduanya selalu membawa dalam doa setiap permasalah hidup yang mereka hadapi. Bpk. Jarwo sendiri selalu singgah di hadirat Allah setiap jam satu malam di sebuah kapel Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan. Ketika tantangan hidup makin berat, intentitas doanya pun makin bertambah. Tak jarang, beliaupun sering berdoa di depan patung Pieta di pemakaman imam projo Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan.
Bpk. Bambang juga sering menambah intensitas doanya dikala tantangan hidup semakin berat. Devosi kepada Maria berupa doa rosario sangat beliau gemari.
-          Pengungkapan iman Mas Sigit dan Bapak Yukairi tampak dalam kebiasaan mereka berdoa. Pengalaman doa ini mereka sadari sebagai pengalaman penyerahan diri, terutama saat mengalami sakit dan menghadapi masalah. Intensitas doa mereka bertambah seiring dengan kesulitan yang dihadapi. Ketika tantangan hidup makin berat, intentitas doanya pun makin bertambah. Namun seringkali tuntutan pekerjaan dan kesibukan mengurus rumah tangga membuat mereka harus meninggalkan rutinitas doa. Meskipun demikian, mereka tetap berusaha mengikuti ibadah mingguan, Natal, dan Paskah.
-          Pengungkapan iman Pak Winarto, ia lakukan dengan laku asketis ketika ia mempunyai sebuah niat ataupun ketika ia hendak bersyukur kepada Tuhan. Hanya saja kerap ia merasa kecil hati, karena kebiasaan doa kurang ia lakukan dengan tekun. Bahkan ia mengatakan bahwa mengikuti perayaan ekaristi mingguan saja masih dapat dihitung. Tetapi ia sendiri mengakui adanya kerinduan untuk memiliki kebiasaan doa yang tekun, apa lagi mengikuti perayaan ekaristi.
-          Ungkapan iman Mas Lismi salah satunya adalah melalui doa. Mas Lismi sering dan senang melakukan doa pribadi. Devosi kepada Bunda Maria dengan doa Rosario dilakukannya setiap malam. Selain doa pribadi, ternyata di dalam keluarga Mas Lismi juga ada tradisi ‘nyekar’ pada “Minggu Wage”. Dalam doa-doanya, Mas Lismi memohonkan ujub untuk kesehatan dan kedamaian bagi orang tua, keluarga, serta saudara terdekat. Dampak dari doa adalah Mas Lismi menjadi lebih tenang dan nyaman dalam melakukan segala kegiatan pada hari itu. Misalnya: setiap pagi, Mas Lismi selalu berdoa, meskipun singkat, untuk keselamatan supaya dalam berkendaraan diberi perlindungan.
-          Pak Wandi dan Mas Jumiyanto mengungkapkan imannya melalui doa. Setiap bangun pagi, mereka selalu menyempatkan diri untuk berdoa. Setelah sampai di tempat kerja, mereka juga berdoa bagi diri sendiri dan keluarga supaya segala pekerjaan yang akan dilakukan pada hari ini lancar, bisa melayani secara maksimal, serta diberi keselamatan ketika pulang/kembali ke rumah. Dalam doanya, Pak Wandi dan Mas Jumiyanto juga mengucapkan syukur kepada Bunda Maria sebagai penolong dan pelindung. Pengaruh dari doa yang dilakukan oleh keduanya adalah adanya ketenangan dan keamanan ketika melakukan kegiatan.

2.4    Perwujudan Iman
Perwujudan iman adalah perbuatan moral yang didalamnya relasi manusia dengan Allah biasanya dihayati secara lebih sungguh. Dengan perbuatan moral, manusia bertindak dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama.
-          Allah sebagai pegangan hidup bagi Bapak Jarwo dan Bapak Bambang dihidupi dengan sikap pasrah sumarah marang Karsanipun Gusti. Sikap sederhana sungguh kentara dari pribadi mereka berdua. Sikap yang semacam itu, tanpa disadari, mewarnai kehidupannya bersama orang lain.
-          Mas Sigit dan Bapak Yukairi mencoba menghayati iman mereka dalam sikap hidup sehari-hari melalui tindakan membantu orang lain tanpa membeda-bedakan agama dan latar belakang. Menurut mereka, kesediaan untuk berbagi dan membantu merupakan salah satu keutamaan umat Katolik. Keutamaan ini bersumber dari Yesus, yang mau berbagi dan membantu siapa saja yang membutuhkan. Bantuan yang mereka berikan tidaklah selalu merupakan hal-hal yang besar, misalnya mengikuti kerja bakti lingkungan, membantu keperluan hajatan, dan melayat.
-          Dalam mewujudkan iman, mas Win meyakini bahwa berdoa bukan melulu di Gereja dengan rumusan doa. Baginya, di mana dan kapan saja ia melakukan kegiatan, itu semua adalah dalam rangka berdoa. Selain itu, imannya ini ia wujudkan dalam hidup sehari-hari dengan berusaha hidup baik dan mengutamakan kasih kepada sesama.
-          Mas Lismi merasakan adanya pengaruh iman terhadap tindakan. Hal ini nampak misalnya ketika mas Lismi disuruh untuk bekerja di rumah muncul perasaan ‘dongkol’, namun berkat imannya, ia tetap melakukannya. Ia menyadari bahwa orang itu tidak ada yang sempurna, namun manusia punya perasaan dan pengendalian diri. Walaupun diejek, ia bisa mengendalikan diri. Iman itu juga diwujudkan ketika Mas Lismi membantu atau menolong orang lain sebisanya/semampunya.
-          Iman yang diwujudkan oleh Pak Wandi dalam tindakan sehari-hari, misalnya terhadap 10 perintah Allah; Pak Wandi merasa diingatkan untuk selalu mempunyai pertimbangan jika ada perbuatan yang kurang benar (tidak sesuai dengan Roh Kudus atau Yesus Kristus), bersabar dalam segala sesuatu, pemahaman bahwa “jika bukan miliknya-pasti tidak mungkin akan diambil” atau dalam arti ‘tidak mencuri’, menolong orang lain dengan ikhlas (membantu tetangga yang membutuhkan, mengingatkan sesama pengendara dalam berlalu lintas).

3.    Judge
3.1    Acuan teologi (Tradisi dan Magisterium)[2]
Iman berasal dari bahasa Arab amana, yang berarti percaya (pada Allah). Dalam bahasa Yunani, istilah ini dijelaskan dengan kata pistis, yang berarti memberikan keprcayaan kepda seseorang. Untuk memahami iman, perlu diketahui beberapa ciri mendasar, yaitu:
1.      Seseorang menerima tawaran persahabatan Allah dan masuk dalam kesatuan dengan pribadi Yang Ilahi karena tindakan imannya.
2.      Iman lebih dari sekadar penerimaan, kesetujuan akan sejumlah kebenaran tentang Allah.
3.      Seseorang tidak dapat percaya kepada Allah tanpa mempercayai kebenaran yang diwahyukan oleh Allah baik tentang Diri-Nya dan rencana keselamatan-Nya bagi manusia.
4.      Kesatuan seseorang dengan pribadi Yang Ilahi ini melibatkan juga orang-orang beriman lainnya, sehingga bersifat eklesial (kebersamaan) dan tidak individualistik.
5.      Iman adalah opsi fundamental dan pribadi, yang bebas dan sadar, yang menuntut kesetiaan kepada Allah.
Dalam tradisi umat Allah dan Gereja Perdana, ada beberapa hal yang berkaitan dengan iman. Beriman dalam kisah panggilan Abraham berarti taat kepada (Sabda) perintah Allah. Dengan imannya, orang berserah diri dan menjadikan Sabda Allah sebagai andalan hidup. Selain itu, dengan beriman, kesetiaan orang diuji (Kej 18:1-15) dan kepercayaan diuji (Kej 22:1-19). Dalam kisah pilihan Daud, beriman berarti setia kepada (Sabda) pilihan-Perjanjian Allah. Orang yang beriman dengan setia menghidupi pilihan Allah sehingga mampu berjuang tanpa ragu sebagai alat dalam tangan kuasa Allah. Dalam kisah keberanian para Nabi, beriman berarti bersandar sepenuhnya pada (Sabda) pemenuhan janji Allah. Dengan beriman orang memperoleh jaminan keselamatan: jika kamu beriman, kamu akan aman. Iman inilah yang menumbuhkan kemantapan hidup berhadapan dengan resiko dan peluang.
Dalam tulisan Bapa-Bapa Gereja, iman Kristiani secara lebih erat dikaitkan dengan wahyu Alkitabiah. Menurut Tertullianus (160-220), iman berarti mengikuti dan menyerahkan diri kepada Kristus. Klemens dari Alexandria (150-216) berpendapat Allah membimbing setiap pribadi dan membina seluruh sejarah pada iman. Sedangkan menurut Agustinus (354-430), iman adalah tindakan dinamik dan dialektik yaitu pengenalan secara mendalam dan terus-menerus dan tindakan mengimani sekaligus memahami (credo ut intellegamàfides querens intellectum).
 Konsili Trente (1545-1563), dalam dekrit tentang pembenaran (DS 1520-1583) menyatakan tentang iustificatio, yaitu proses pembenaran sebagai suatu pemindahan (translatio) dari status kelahiran sebagai anak Adam pertama ke status kelahiran sebagai anak Allah dalam Adam kedua melalui pembaptisan. Menurut konsili vatikan I dalam konstitusi Dei Fillius bab 3 (DS 3004, 3008-3010) beriman berarti ketaatan dan akal budi kehendak manusia kepada Allah yang memberi wahyu. Konsili Vatikan II dalam Dei Verbum art.5 menyatakan manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya. Di dalam peristiwa iman terdapat tiga unsur utama yaitu, akal budi (bukan gerakan jiwa yang buta), kehendak (bukan kesimpulan matematis tetapi kesetujuan kepribadian yang bebas), dan rahmat (anugerah dan bantuan Allah).

3.2    Analisis
Melalui wawancara dengan para karyawan Seminari Tinggi St. Paulus Yogyakarta, dapat disusun beberapa kesimpulan adanya kaitan antara sumber teologi (pemahaman iman para karyawan, yang diperoleh melalui wawancara) dengan acuan teologi (Tradisi Gereja dan Magisterium). Keberagaman pernyataan tentang iman (paham iman, pengalaman iman, ungkapan iman, dan perwujudan iman) menunjukkan bahwa iman merupakan sesuatu yang personal/pribadi. Setiap orang menanggapi kebenaran (Allah) sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Selain itu, pengalaman menerima pembaptisan, terutama baptis dewasa, menunjukkan bahwa tindakan untuk beriman ini merupakan pilihan bebas dan sadar. Iman Katolik yang dihidupi oleh para karyawan hingga saat ini juga menunjukkan bahwa iman menuntut kesetiaan. Tanpa kesetiaan, kiranya mustahil iman Katolik mereka bisa bertahan. Hal ini sesuai dengan paham iman sebagai opsi fundamental dan pribadi, yang bebas dan sadar, yang menuntut kesetiaan kepada Allah.
Pengalaman dibaptis bersama dengan anggota keluarga dan umat lainnya, hidup bermasyarakat bersama umat Katolik lainnya juga sesuai dengan paham tindakan iman. Dengan tindakan iman, seseorang mengalami kesatuan dengan pribadi Yang Ilahi. Kesatuan dengan pribadi Yang Ilahi ini melibatkan juga orang-orang beriman lainnya, sehingga bersifat eklesial (kebersamaan) dan tidak individualistik. Unsur ketaatan dan kepatuhan juga mendapat perhatian dalam penghayatan iman para karyawan. Dengan iman, mereka taat pada perintah Allah (10 perintah Allah), kewajiban ibadah, dan tuntutan tindakan moral berdasar iman. Ketaatan ini disadari dengan akal budi dan dilakukan secara bebas, tanpa paksaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Dei Verbum art. 5 “manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan.”
Unsur “iman sebagai jaminan, pegangan hidup, dan kepecayaan” membuat para karyawan merasa aman, yakin, mantap, dan memiliki keterarahan hidup. Hal ini sesuai dengan paham iman dalam Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium, yaitu Sabda Allah sebagai andalan hidup. Dari sini tampak, bahwa pengalaman, pemahaman, pengungkapan dan perwujudan yang bebeda dari siapakan Allah bagi mereka, bukanlah menunjukkan keterpecahan. Tetapi justru menunjukkan kekayaan dari refleksi iman atas kesempurnaan Allah. Allah yang telah mewahyukan diri dan mencapai kepenuhannya dalam diri Putranya Yesus Kristus dan pewahyuan Allah ini sempurna. Mereka telah berjumpa dengan Allah yang serba lain (transenden) yang senyatanya menyapa mereka melalui pengalaman konkret dan real. Meski pewayuan Allah ini sempurna, tetapi dengan keterbatasan dan kemampuan manusia yang berbeda-beda, manusia hanya mampu menerima wahyu itu sesuai dengan kemampuannya sehingga tetap ada misteri dalam wahyu yang diterima manusia. Maka tidak mengherankan jika pemahaman para karyawan ini pun berbeda-beda. Hal ini akan disempurnakan dalam kedatangan Kristus yang kedua (parausia).

4.    Act
Dari penelitian sederhana ini, tampak bahwa militansi iman para karyawan Seminari Tinggi ditunjukkan melalui sikap hati yang setia, pasrah dan berani mempercayakan diri kepada Tuhan dan mencoba menghayati dan menghidupi iman akan Yesus Kristus dalam praksis hidup sehari-hari. Bukan hanya berdoa dalam arti formal, tetapi juga menjadikan setiap karya dalam rangka doa. Maka, hidup sebagai seorang Katolik mengajak mereka untuk menjadi terang bagi keluarga dan masyarakat.
Mereka bukanlah teolog, dalam arti orang yang secara khusus belajar mengenai teologi. Tetapi dalam arti tertentu mereka telah berefleksi secara teologis, bahwa berangkat dari pengalaman akan Allah yang konkrit terjadi dalam hidup mereka, mereka mereleksikannya dengan akal budi dan memaknai peristiwa itu sebagai peristiwa personal akan Allah yang menggerakkan hati dan budi untuk semakin mengarahkan diri kepada Allah. Iman mereka adalah berangkat dari refleksi sederhana akan Allah. Oleh karena itu, salah satu katekese yang berguna bagi mereka adalah mengajak mereka berefleksi lagi secara lebih mendalam, yakni dengan mengajak mereka melihat memaknai agar semakin mengimani dan mengenal Yesus Kristus sesuai dengan yang diwartakan Kitab Suci dan diajarkan dalam tradisi Gereja dan Magisterium. Mereka diajak untuk berteologi secara sederhana, supaya mereka tidak hanya berhenti pada refleksi teologis. Biarkan pengalaman mereka berbicara, kemudian mereka diajak untuk kembali merefleksikannya menggunakan akal budi, dan kemudian diperdalam dengan melihat Kitab Suci, acuan teologi (Tradisi dan Magisterium) serta sumber-sumber teologi yang tidak lain adalah pengalaman mereka sendiri. Dengan demikian, diharapakan iman mereka semakin diteguhkan dan pemahaman serta pengenalan mereka akan Allah yang memuncak dalam Yesus Kristus dapat semakin dimurnikan, kembali pada Kitab Suci, tradisi dan Magisterium.

5.    Penutup
Kiranya sudah menjadi jelas bagi kita semua bahwa masing-masing pribadi dari kita umat beriman pasti mempunyai pemahaman, pengalaman iman dan juga sekaligus bagaimana iman itu diungkapkan dan diwujudkan. Dari penjelasan di atas, kami menjadi yakin bahwa dinamika iman yang para karyawan Seminari Tinggi miliki itu mampu menunjukkan sebuah militansi iman pada zaman ini. Mereka telah bersaksi melalui kehidupan mereka yang konkrit dan personal bahwa Allah senantiasa ada, menyertai dan menjadi penyelenggara bagi mereka. Yang menjadi penting adalah supaya pemahaman iman mereka tidak dikaburkan oleh dunia sekular zaman ini. Oleh karena itu, kita perlu, bersama-sama, mengajak dan mengajarkan mereka untuk berefleksi kembali dengan kembali pada Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium sehingga iman mereka semakin dimurnikan dan diteguhkan.



DAFTAR PUSTAKA

Y. B. Prasetyantha, MSF,
2011    Diktat Kuliah “Iman-Wahyu”, Yogyakarta, Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma.
________________,
2008    Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum art. 4, Jakarta, Penerbit Obor.
Jacobs, Tom, SJ,
2002    Paham Allah dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi,  Yogyakarta, Penerbit dan Percetakan Kanisius.





[1] Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum art. 4, Jakarta, Penerbit Obor, 2008, 329.
[2] Y. B. Prasetyantha, MSF, Diktat Kuliah “Iman-Wahyu”, Yogyakarta, Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma, 2011, 6-14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar